Aku suka ziarah kubur - satu jam kurang yang buatku eling
Gemerisik angin kuburan di dedaunan pohon kapuk, menuntun langkahku
Yang terseok bangkai - bangkai kamboja berkelopak ganjil
Menapak pepasir waktu diantara ratusan nisan beku
Menuju kuburan keluargaku – nenek moyangku
Tempat silsilah darah yang terabadikan
Oleh susunan marmer, porselen, dan batu berlumut
Prasasti tentang perayaan kehidupan jasad –jasad terlentang
Yang membujur ke barat hingga hancur menjadi abu
Kujumpa nenekku disana
Yang dulunya berkharisma seorang sekretaris pabrik gula
Yang tak jemu naik – turun kereta Cirebon – Jakarta
Dengan tangan berurat halus dan rambut seperak air sungai di siang hari
Tak ada lagi yang membacakan buku cerita “Er Was Eens..”
Tak ada yang tersisa dari nenek – nenekku
Charlotte - Lottje, Wiesje, Fientje, Frieda – Ida, dan kesayanganku Emma – Zus Emm
Tak ada, kecuali foto – foto buram dan memori yang menguap hilang
Aku berdoa di setiap ziarah kubur
Agar semua jasad yang melapuk menjadi utuh di tempat lain
Aku bersaksi pada setiap ziarah kubur
Inilah refleksi sejati sebuah transisi dimensi
Kuburan Pronggol – Cirebon, 20 September 2009
No comments:
Post a Comment