Gema takbir sambung – menyambung
Membelah fajar pertama di bulan Syawal
Bagai ritme seribu peluru berdesing
Melesat dan memantul di langit Jakarta
Kumandang takbir dari menara agung Istiqlal
Yang bergema hingga peron Gambir
Terasa mencairkan lantai –lantai dingin
Menggedor setiap dada yang ada disana
Hingga air mata menggenang tak mengalir
Dikutuk kesombongan yang turun - temurun
Kala pujian dirapalkan tak terputus
Terus menerus oleh bibir – bibir yang taat
Kepada Empu-nya semesta
Terdengar sebagai pengakuan kekerdilan manusia
di tengah kesucian sekejap
Akankah kami selamanya kembali?
Atau goyangan di sampan hanya teredam sehari?
Apakah kami cuma rindu saudara di kampung?
Atau hanya girang pagi ini akhirnya boleh makan lagi?
Stasiun Gambir, 20 September 2009
No comments:
Post a Comment