Wednesday, February 20, 2013

Yang Akan Pergi



Katakanlah padaku kau akan pergi
Kala mendung belum lagi hujan
Dan waktuku belum kau tepati

Akulah sumur tempatmu mandi
Airnya kau teguk dan kotori
Sedang kini dangkal diserap kemarau

Kelak jika kau tiba-tiba minggat
Kan kukabari orang-orang desa bahwa kau telah mati
Sambil kusumpahi sampanmu kandas dihantam karang

Ah, aku ini mengapa mendengki?
Mungkin ini benih yang dulu kau semai
Lalu setia kupupuk dalam hati

Lalu mengapa kau harus gentar?
Bukankah Tuhan terkadang pilih kasih
Hingga ladang tak pernah gersang dipijakmu

Mungkinkah kau gusar karena terbayang
Bahwa kau akan selamanya meninggalkan
Jiwa kecil yang mati di ujung dermaga?

Jakarta, 13 Februari 2010

Tuesday, February 12, 2013

Berteman Dalam Diam




Dibalik pelupuk mata
Ada tawa yang berlalu tenang
Di sela malam yang tak terpejam
Ada perupaan dari perumpamaan

Kita berteman dalam diam
Saat bara dalam sekam enggan padam
Kubungkus kiasan dengan picisan
Tak lupa disisip harap tanpa jawab

Entah kapan akan terkirimkan

Oh bukankah kita pecandu imajinasi? 
Dalam serangan ilusi tanpa amnesti
Kita merunduk malu-malu saat mereka menggebu
Lalu berlari tergelak menghindari penghakiman

Persinggahan ini hanya sementara lalu apa yang kau takuti?
Akankah kita mencinta imaji yang kita buat sendiri?
Atau tetap berlari hingga pagi mengusap wajah sumringah
Memberi isyarat bahwa pelarian kita hanya sebuah mimpi?

Mari sejenak menjadi buta dan tuli
Karena dengan itu kecapan manis di pinggir hati dapat diresapi
Namun jangan jatuh terlalu jauh
Meski kita lelah berlari dalam tawa
Di tengah riuh tepuk tangan kera-kera berwajah manusia
Ingatlah!
Ingatlah bahwa kita akan tetap berteman dalam diam.


Cilandak, 13 Februari 2013